Ambon, Faktaonenews.com
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Maluku menyatakan kekecewaan mendalam terhadap pelayanan publik di Kantor Gubernur Maluku saat pelaksanaan aksi unjuk rasa pada Kamis, 14 Agustus 2025. Aksi tersebut telah dilaksanakan sesuai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Aksi yang bertujuan memberikan masukan positif terkait persoalan ketenagakerjaan dan sejumlah isu penting lainnya di Maluku ini sudah diberitahukan secara resmi empat hari sebelum pelaksanaan. Sesuai Pasal 6 ayat (2) huruf d Perkap No. 9 Tahun 2008, penyampaian pendapat di muka umum dapat dilakukan sejak pukul 06.00 hingga 18.00 waktu setempat, sehingga aksi yang berlangsung hingga pukul 17.00 WIT masih dalam batas waktu yang sah secara hukum.
Namun, setelah orasi selesai sekitar pukul 17.00 WIT, perwakilan SBSI Maluku yang ingin bertemu pejabat di teras Kantor Gubernur justru mendapat jawaban dari salah satu oknum pegawai bahwa “tidak ada pegawai lagi di kantor”. Pernyataan ini dianggap tidak masuk akal, karena peserta aksi masih melihat banyak pegawai berada di area tenda persiapan HUT RI ke-80.
Karena hujan deras, SBSI Maluku bahkan mengusulkan agar cukup bertemu Cleaning Service (CS) Kantor Gubernur untuk menerima surat tuntutan. Namun, bukannya difasilitasi, mereka justru diarahkan ke pos jaga. Setelah menunggu, barulah Sekretaris Kesbangpol muncul menemui peserta aksi, dan pertemuan tetap dilakukan di pos jaga dalam kondisi hujan.
“Kami datang resmi, tertib, dan masih dalam jam yang diatur Perkap. Tapi kami justru diperlakukan tidak layak, tidak diizinkan bertemu di teras kantor, malah dipaksa bertemu di pos jaga. Ini pelanggaran terhadap semangat pelayanan publik dan mengabaikan aturan yang berlaku,” tegas perwakilan SBSI Maluku.
SBSI Maluku menilai, tindakan ini menunjukkan lemahnya komitmen Kantor Gubernur dalam menghormati hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana dijamin Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan diatur dalam Perkap No. 9 Tahun 2008. Pihaknya mendesak Gubernur Maluku segera mengevaluasi pejabat terkait dan mengganti mereka yang tidak mampu menjalankan fungsi pelayanan publik dengan benar.
1. Tuntutan / Aspirasi Pekerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak
• CV Planet 2000 telah melakukan PHK sepihak terhadap dua karyawan, yaitu Prily Siahaya dan Katrine Watratan.
• CV Rejeki Cemerlang (Toko The Indah) milik Paulina Selly Talakua juga melakukan PHK serta melaporkan karyawannya ke pihak berwajib karena ditemukan uang sebesar Rp92.000 milik rekan kerjanya.
• Oleh karena itu, kami meminta kepada Bapak Gubernur Maluku agar mempertegas perlindungan terhadap pekerja di Provinsi Maluku.
2. Pembentukan Satgas PHK
Sesuai instruksi Presiden Republik Indonesia pada Hari Buruh Internasional 1 Mei, seharusnya dibentuk Satgas PHK. Namun hingga saat ini Provinsi Maluku belum melaksanakannya. Padahal Satgas ini penting untuk mengantisipasi PHK yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
3. Pemerataan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Data SBSI Maluku dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa perlindungan bagi buruh/pekerja rentan di Maluku baru mencapai 40%. Kami meminta pemerintah provinsi Maluku memfasilitasi program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan agar menjangkau seluruh buruh rentan di Maluku.
4. Maksimalisasi Pelayanan BPJS Kesehatan
Ditemukan kasus di RSUD Haulussy yang menolak pasien sakit gigi dan mulut di IGD karena BPJS tidak menanggungnya. Kami meminta agar semua pelayanan BPJS Kesehatan dapat diakses oleh seluruh masyarakat, termasuk untuk sakit gigi dan mulut di IGD setiap RSUD.
5. Stabilisasi Harga Bahan Pokok Beras
• Harga beras premium di lapangan mencapai Rp19.000/kg.
• Ukuran 25 kg naik dari Rp360.000 menjadi Rp380.000.
• Harga beras Bulog ukuran 50 kg naik dari Rp720.000 menjadi Rp770.000.
Lonjakan harga ini membebani masyarakat. Kami meminta Bapak Gubernur Maluku melakukan operasi pasar guna menstabilkan harga beras.
6. Penolakan Nelayan Luar Maluku
Nelayan luar Maluku yang beroperasi di perairan Seira, Tanimbar, memicu konflik sosial dengan nelayan lokal. Kami meminta pemerintah dan DPRD segera bertindak agar persoalan ini terselesaikan dan nelayan lokal diberdayakan.
7. Perlindungan terhadap ART/PRT
Fakta lapangan menunjukkan ART/PRT mendapat tugas lebih banyak, tetapi tidak dilindungi hak-haknya seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Kami meminta dibuat Perda khusus perlindungan bagi ART/PRT.
8. Perlindungan bagi Driver Offline dan Online
Kami meminta pemerintah provinsi membuat kebijakan yang melindungi pengemudi becak, ojek offline, dan online agar tidak ada pembatasan atau diskriminasi antar sesama driver. Mereka juga perlu mendapatkan perlindungan Jamsostek dan jaminan kesehatan.
9. Penghentian Diskriminasi terhadap Pekerja/Buruh
Masih banyak buruh yang mengalami diskriminasi di tempat kerja, seperti perbedaan upah, mutasi sepihak, perlakuan kasar, pembatasan hak berserikat, serta pembatasan akses fasilitas kerja. Kami menegaskan agar diskriminasi ini segera dihapus karena tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga etika.
(Troy.A)