Tangerang – Faktaonenews.com
Sebuah pabrik yang berlokasi di Kompleks Pergudangan Sentra Kosambi, Blok C No. 25, Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, diduga memproduksi kabel tanpa memiliki label Standar Nasional Indonesia (SNI). Aktivitas ini berpotensi besar membahayakan keselamatan masyarakat karena produk yang tidak memenuhi standar dapat memicu kebakaran dan kerusakan peralatan listrik.
Dugaan ini muncul berdasarkan keterangan dari seorang mantan karyawan yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia menyatakan bahwa bahan baku kabel diimpor dari luar negeri dan kemudian diproduksi menjadi kawat tembaga palsu yang memiliki kualitas rendah.
“Kabel ini relatif murah karena tidak menggunakan tembaga murni, hanya disepuh agar terlihat seperti tembaga,” ujar sumber tersebut. “Jika dibakar, bahan dasarnya akan menjadi abu. Hal ini sangat rentan menyebabkan korsleting listrik yang bisa menimbulkan kebakaran.”
Kabel-kabel diduga ilegal ini didistribusikan ke berbagai provinsi di Indonesia dan digunakan oleh masyarakat untuk instalasi listrik. Penggunaan kabel tanpa SNI sangat berisiko, terutama karena isolasi yang buruk atau bahan yang tidak berkualitas dapat memicu korsleting. Selain itu, kabel yang tidak mampu menahan beban listrik juga bisa merusak peralatan elektronik dan membahayakan nyawa akibat sengatan listrik.
Pentingnya Label SNI dan Sanksi Hukum
Label SNI menjadi jaminan bahwa sebuah produk telah melewati serangkaian uji kualitas dan keamanan sesuai standar yang ditetapkan pemerintah.
Pemerintah telah mengatur hal ini secara ketat, di antaranya melalui:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian: Pasal 69 dari undang-undang ini mengatur sanksi pidana bagi pelaku pemalsuan tanda SNI atau tanda kesesuaian.
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 56 Tahun 2024: Peraturan ini menetapkan pemberlakuan SNI untuk kabel secara wajib.
Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi pidana:
Berdasarkan Pasal 69 UU Nomor 20 Tahun 2014, pelaku pemalsuan tanda SNI dapat dipenjara hingga 7 tahun atau didenda hingga Rp 50 miliar.
Pihak berwenang, termasuk kepolisian dan Kementerian Perindustrian, diharapkan dapat segera menindaklanjuti dugaan ini demi melindungi keselamatan konsumen dari produk-produk yang tidak aman.