Palembang, Faktaonenews.com
Situasi di Jalan Sudirman, Palembang semakin memanas setelah pencopotan stiker dan papan pengumuman hak milik ahli waris Raden Achmad Najamuddin oleh kuasa hukum penghuni ruko dan lahan di lokasi tersebut. Kuasa hukum penghuni ruko yang berinisial T, diduga melakukan tindakan tersebut, yang menyebabkan reaksi keras dari pihak ahli waris.
Sebelumnya, atas permohonan ahli waris Raden Achmad Najamuddin, Pengadilan Negeri Klas 1 Palembang melakukan pencocokan batas-batas lahan seluas 8,5 hektar yang kini sudah dibangun ruko di Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Kol Atmo, dan Jalan Veteran Palembang pada Rabu, 24 Juli 2024. Raden Achmad Najamuddin sendiri adalah anak dari Raden Mahjub alias Raden Nangling.
Hambali, SH, MH, selaku kuasa hukum ahli waris Raden Helmi Hamzah Fansyuri, telah melaporkan T ke Polrestabes Palembang atas tindakan pencopotan stiker dan papan pengumuman tersebut. Laporan ini tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor STTLP/B/1927/VII/2024/SPKT/Polrestabes Palembang/Polda Sumatera Selatan, tertanggal 29 Juli 2024.
“Hari ini kami resmi melaporkan dugaan tindak pidana pengeroyokan berdasarkan UU No 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 170, yang diduga dilakukan oleh T selaku kuasa hukum penghuni ruko ke Polrestabes Palembang,” kata Hambali, SH, MH.
Hambali menjelaskan bahwa pelaporan tersebut merupakan buntut dari pelepasan stiker dan plang yang sudah dipasang ahli waris secara arogan oleh T. Hambali juga mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan informasi pada Kamis dan Jumat lalu bahwa ada oknum yang mengatasnamakan kuasa hukum beberapa penghuni ruko, yang merobohkan plang, merusak, dan melepas pamflet serta stiker.
“Atas dasar itu, kami melakukan pelaporan terhadap yang bersangkutan di Polrestabes,” jelasnya.
Hambali menegaskan bahwa pelaporan ini juga untuk menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal hukum. Walaupun sebagai seorang kuasa hukum, tindakan arogan seperti merusak tidak dibenarkan secara hukum. “Meskipun yang bersangkutan mengklaim memiliki hak, tindakan pengrusakan tetap tidak dibenarkan. Harusnya konfirmasi dulu kepada kami,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan pelepasan plang di area makam Raden Nangling dekat pos Polisi Cinde, yang hingga saat ini tidak ada klaim atas lokasi tersebut. “Makam tersebut merupakan makan keluarga Raden Nangling, dan hingga saat ini masih diurus oleh klien kami. Kenapa dia copot juga plang yang kami pasang di sana, padahal itu di luar area yang diklaim milik kliennya,” ujarnya.
Hambali menjelaskan bahwa kliennya memiliki hak atas lahan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman tersebut berdasarkan keputusan pengadilan. Selain itu, obyek tanah juga masih dalam status Sita Jaminan atau Conservation Beslagh (CB) yang belum diangkat. “Tanah seluas 8 hektar di kawasan Jenderal Sudirman dan setengah hektar di kawasan Jl Veteran masih dalam Conservatior Beslag no.35/1948, dan sampai saat ini masih melekat,” katanya.
Hal ini diperkuat dengan keputusan-keputusan Civ.no 35/1948 PN Palembang jo. No 8/1950 UB Medan jo.no33 K/Sip/1950, Surat Berkekuatan Hukum Tetap, dan Surat Penetapan no 7/Pdt. Esk/2024. Direktorat Agraria juga mengeluarkan surat yang meminta walikota Palembang dan kepala BPN kota Palembang agar tidak membalikkan nama serta menerbitkan sertifikat di atas lahan yang merupakan hak waris dari Raden Achmad Nadjamuddin bin Raden Machdjoeb alias Raden Nangling.
“Direktorat Agraria mengeluarkan surat Nomor DA 2141/UH/PHT/1980 tertanggal 19 Agustus 1980,” tambahnya. Namun, surat tersebut tidak dijalankan karena saat ini di atas objek tanah sudah diterbitkan alas hak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Inilah yang akan kami pertanyakan kepada BPN Kota Palembang, kenapa bisa diterbitkan alas hak di atas lahan yang dalam status Sita Jaminan atau Conservation Beslag,” pungkas Hambali.
“M.Ali”