Palembang, Faktaonenews.com
Setelah sukses mementaskan Sang Penjaga pada tahun lalu, seniman Nurdin kembali mengangkat Legenda Pulo Kemaro dengan judul Ande-ande Pulo Kemaro pada Sabtu malam 6 Juli ini di pelataran Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang.
Sang Penjaga adalah judul sendratari yang mengangkat fenomena tradisi tunggu tubang etnik Semende. Sedangkan untuk kali ini, Nurdin akan mementaskan seni pètunjukan dalam bentuk drama musikal
“Pementasan drama musikal legenda yang sangat populer di Palembang ini didukung oleh Dana Indonesiana, Kemendikbud”, kata Nurdin, Jumat (5/7).
Sedangkan penggarapan artistik diusung oleh seniman-seniman senior di Palembang seperi Vebri Al Lintani selaku penulis naskah, Amir Hamzah selaku sutradara, Imansyah, Isnayanti Syafrida, Shellyna Salsabila, Erick Pirsely, Juanda dan sanggar-sanggar ternama di Palembang.
Selain itu, pergelaran yang melibatkan 60 orang ini termasuk anak-anak disabilitas, barongsai, dan Wushu.
“Istimewanya, pementasan ini melibatkan juga adik-adik disabilitas yang ikut menari di awal pentas,” ujar Nurdin.
Menurut sutradara Amir Hamzah, adik-adik disabilitas menari dengan teknik tersendiri.
“Mereka dipandu oleh pembimbingnya agar bisa menari dan selaras dengan pemain yang lain. Bagaimana caranya. Silahkan hadir besok”, kata pentolan Teater Gaung ini.
Melihat dari proses latihannya di depan Museum SMB II, agaknya Drama Musikal ini layak ditonton.
“Kami mengajak masyarakat kota Palembang untuk menyaksikan sajian yang kami ramu sedemikian rupa, mengkolaborasikan teater, musik, tari, senirupa dalam satu pentas yang menarik,” kata Amir.
Sebagaimana yang diketahui oleh masyakarat, legenda Pulo Kemaro menceritakan kisah cinta antara jejaka Tan Bun An yang berasal dari Tiongkok dengan seorang gadis bernama Siti Fatimah dari Palembang.
Dalam kesepakatan lamaran disepakati Tan Bun An akan menyerahkan mahar sebanyak 7 guci emas yang akan dikirim orang tuanya dari Tiongkok.
Ketika sampai di pelabuhan, guci-guci itu disangka Tan Bun An berisi asinan sawi. Oleh karena itu, Tan Bun An membuang satu persatu guci tersebut.
Namun, ketika pada guci ke tujuh, kaki Tan Bun An terpeleset, guci terhempas dan ketahuan bahwa guci tersbut berisi emas. Timbullah penyesalan pada Tan Bun An yang emosi membuang 6 guci sebelumnya.
Tanpa pikir panjang Tan Bun An langsung terjun ke Sungai Musi untuk mengambil kembali 6 guci yang dia buang. Tetapi malapetaka bagi Bagi Tan Bun An, dia tidak kembali lagi.
Tidak berapa lama, Siti Fatimah pun menyusul terjun ke sungai Musi dan juga tidak muncul lagi ke permukaan.Sebelum terjun, Siti Fatimah berkata, aku akan menyusul kekasihku Tan Bun An, dan jika kami tidak kembali, lalu nanti ada tanah tumbuh di sini, maka itulah pusara kami berdua. Tanah tersebut kemudian dikenal dengan Pulo Kemaro.
M.ali